PENCEGAHAN
PRIMER, SEKUNDER, TERSIER KLIEN PASIEAN HIV/AIDS
NAMA
: WIDIA AINUNNISA
NIM
: 161101096
DOSEN
PEMBIMBING : FAHRUDDIN KURDI, S.Kep, Ns, M.Kep
Pada dasarnya upaya pencegahan AIDS dapat dilakukan
oleh semua pihak asal mengetahui cara-cara penyebaran AIDS. Terdapat 3 cara
pencegahan HIV AIDS yaitu :
1. Pencegahan
primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan
upaya agar orang sehat tetap sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit.
Pencegahan primer merupakan hal yang paling penting, terutama dalam merubah
perilaku. Pencegahan primer mengutamakan pada penguatan flexible lines of
defense dengan cara mencegah stress dan mengurangi faktor-faktor resiko.
Intervensi dilakukan jika resiko atau masalah sudah diidentifikasi tapi sebelum
reaksi terjadi.
Langkah-langkah pencegahan yang dapat
dilakukan untuk mencegah penyebaran virus HIV yaitu ada 3 pla :
a. Melalui
hubungan seksual.
HIV dapat menyebar melalui hubungan seks
pria ke wanita, wanita ke pria maupun pria ke pria. Hubungan melalui seks ini dapat
tertular melalui cairan tubuh penderita HIV yakni cairan mani, cairan vagina
dan darah.
Upaya pencegahannya adalah dengan cara, tidak
melakukan hubungan seksual bagi orang yang belum menikah, dan melakukan
hubungan seks hanya dengan satu pasangan saja yang setia dan tidak terinfeksi
HIV atau tidak berganti-ganti pasangan. Juga mengurangi jumlah pasangan seks
sesedikit mungkin. Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi
menular AIDS serta menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual
dengan kelompok risiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.
b.
Melalui darah.
Penularan AIDS
melalui darah terjadi dengan cara transfusi yang mengandung HIV, penggunaan
jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas digunakan
orang yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik. Juga penggunaan pisau
cukur, gunting kuku, atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus HIV.
Upaya
pencegahannya dengan cara, darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan
terbebas dari HIV dengan memeriksa darah donor. Pencegahan penyebaran melalui
darah dan donor darah dilakukan dengan skrining adanya antibodi HIV, demikian
pula semua organ yang akan didonorkan, serta menghindari transfusi, suntikan,
jahitan dan tindakan invasif lainnya yang kurang perlu. Upaya lainnya adalah
mensterilisasikan alat-alat (jarum suntik, maupun alat tusuk lainnya) yang
telah digunakan, serta mensterilisasikan alat-alat yang tercemar oleh cairan
tubuh penderita AIDS. Kelompok penyalahgunaan narkotika harus menghentikan
kebiasaan penyuntikan obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan
menggunakan jarum suntik bersamaan. Gunakan jarum suntik sekali pakai
(disposable).
c.
Melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya.
Penularan dapat
terjadi pada waktu bayi masih berada dalam kandungan, pada waktu persalinan dan
sesudah bayi dilahirkan serta pada saat menyusui. ASI juga dapat menularkan
HIV, tetapi bila wanita sudah terinfeksi pada saat mengandung maka ada
kemungkinan bayi yang dilahirkan sudah terinfeksi HIV. Maka dianjurkan agar
seorang ibu tetap menyusui anaknya sekalipun HIV.
Bayi yang tidak diberikan ASI
berisiko lebih besar tertular penyakit lain atau menjadi kurang gizi. Bila ibu
yang menderita HIV tersebut mendapat pengobatan selama hamil maka dapat mengurangi
penularan kepada bayinya sebesar 2/3 daripada yang tidak mendapat pengobatan.
WHO merencanakan empat strategi untuk
mencegah penularan vertikal dari ibu kepada anak yaitu dengan cara mencegah
jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah terinfeksi HIV/AIDS
mengusahakan supaya tidak terjadi kehamilan, bila sudah hamil dilakukan
pencegahan supaya tidak menular dari ibu kepada bayinya dan bila sudah
terinfeksi diberikan dukungan serta perawatan bagi ODHA dan keluarganya.
2.
Pencegahan sekunder.
Pencegahan sekunder mengutamakan pada
penguatan internal lines of resistance, mengurangi reaksi dan meningkatkan
faktor-faktor resisten sehingga melindungi struktur dasar melalui
tindakan-tindakan yang tepat sesuai gejala. Langkah-langkah yang dilakukan
untuk pencegahan sekunder yaitu :
a.
Pengobatan suportif yaitu pengobatan untuk meningkatkan
keadaan umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik,
obat simptomatik dan pemberian vitamin.
b.
Pengobatan infeksi opurtunistik merupakan pengobatan
untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi
HIV/AIDS. 28 Jenis-jenis mikroba yang menimbulkan infeksi sekunder adalah
protozoa (Pneumocystis carinii, Toxoplasma, dan Cryptotosporidium), jamur (Kandidiasis),
virus (Herpes, cytomegalovirus/CMV, Papovirus) dan bakteri (Mycobacterium TBC,
Mycobacterium ovium intra cellular, Streptococcus, dll). Penanganan terhadap
infeksi opurtunistik ini disesuaikan dengan jenis mikroorganisme penyebabnya
dan diberikan terus-menerus.
c.
Pengobatan antiretroviral (ARV), ARV bekerja langsung
menghambat enzim reverse transcriptase atau menghambat kinerja enzim protease.
Pengobatan ARV terbukti bermanfaat memperbaiki kualitas hidup, menjadikan
infeksi opurtunistik Universitas Sumatera Utara menjadi jarang dan lebih mudah
diatasi sehingga menekan morbiditas dan mortalitas dini, tetapi ARV belum dapat
menyembuhkan pasien HIV/AIDS ataupun membunuh HIV.
3. Pengobatan
tersier.
Pencegahan tersier difokuskan pada
perbaikan kembali ke arah stabilitas sistem klien secara optimal. Pencegahan tersier
cenderung untuk kembali pada pencegahan primer. Pencegahan tersier yaitu
memberi dukungan
berupa dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti
semula/seoptimal mungkin. Misalnya :
a. Memperbolehkannya
untuk membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan perasaannya.
b. Membangkitkan
harga dirinya dengan melihat keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu yang
indah.
c. Menerima
perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya.
d. Mengajarkan
pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri dan tidak
menyalahkan diri atau orang lain.
e. Selain itu
perlu diberikan perawatan paliatif (bagi pasien yang tidak dapat disembuhkan
atau sedang dalam tahap terminal) yang mencakup, pemberian kenyamanan (seperti
relaksasi dan distraksi, menjaga pasien tetap bersih dan kering, memberi
toleransi maksimal terhadap permintaan pasien atau keluarga), pengelolaan nyeri
(bisa dilakukan dengan teknik relaksasi, pemijatan, distraksi, meditasi, maupun
pengobatan antinyeri), persiapan menjelang kematian meliputi penjelasan yang
memadai tentang keadaan penderita, dan bantuan mempersiapkan pemakaman.
Upaya penanggulangan
penyakit HIV/AIDS dapat dilakukan dengan menyediakan Rumah Sakit atau tempat perawatan khusus bagi pasien
penderita HIV/AIDS dan dijaga sedemikian rupa sehingga penularan kepada yang
sehat dapat dicegah serta melakukan pemantauan secara terus menerus untuk
melihat perkembangan masalah AIDS agar masalah AIDS ini dapat ditangani dengan
baik.